Hutan sebagai Sumber Kehidupan dan Kearifan Lokal Masyarakat Desa Teluk Bakung

KUBU RAYA, sampankalimantan.id – Hutan di Desa Teluk Bakung bukan hanya sekadar bentangan alam hijau, tetapi juga denyut nadi kehidupan yang menyatu dengan masyarakatnya. Sejak dulu, masyarakat Desa Teluk Bakung telah mengandalkan hutan sebagai sumber penghidupan dan pemelihara tradisi, mencerminkan betapa eratnya hubungan mereka dengan alam. Di tengah berbagai tantangan modernisasi dan degradasi lingkungan, desa ini tetap teguh memegang kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi, menjadikan hutan sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka.

Kepala Desa Teluk Bakung, Rita, menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat masih memanfaatkan hutan untuk berladang dan berkebun, serta menanam sayuran. Meski menggunakan cara tradisional, sistem pengelolaan lahan ini dilakukan dengan bijak, tanpa menggunakan metode bakar yang bisa merusak lingkungan. Mereka menanam berbagai jenis tanaman perkebunan, seperti durian, cempedak, dan tanaman buah lainnya. Transisi dari hutan ke ladang dilakukan dengan penuh kehati-hatian, memastikan bahwa kelestarian lingkungan tetap terjaga.

Selain dari hasil ladang, sayur-mayur yang dihasilkan dari kebun dan lahan yang dikelola di dalam hutan menjadi sumber pendapatan penting bagi keluarga. Produk-produk ini tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, tetapi juga berperan signifikan dalam mendukung perekonomian keluarga. Lebih dari itu, hutan juga menjadi apotek alami bagi masyarakat; tanaman tertentu yang tumbuh secara liar sering dimanfaatkan sebagai obat-obatan tradisional, menunjukkan bahwa hutan memberikan manfaat lebih dari sekadar sumber pangan.

Manfaat hutan tidak berhenti pada perekonomian saja. Ketersediaan pakan ternak yang melimpah dari hutan juga memberikan keuntungan besar bagi masyarakat sekitar. Mereka dapat memanfaatkan rumput-rumput yang tumbuh subur di kawasan hutan sebagai sumber pakan alami. Dengan demikian, kebutuhan pakan ternak dapat terpenuhi tanpa menambah beban biaya bagi masyarakat, menjadikan keberadaan hutan sangat vital bagi kelangsungan hidup mereka.

Lebih dari sekadar manfaat ekonomi, hutan di Desa Teluk Bakung juga memiliki nilai budaya yang sangat tinggi. Masyarakat desa ini masih menjunjung tinggi hukum adat, yang menjadi salah satu bentuk perlindungan terhadap hutan. Aturan-aturan adat ini diwariskan secara turun-temurun, dengan keyakinan bahwa merusak hutan demi kepentingan pribadi sama saja dengan mengkhianati warisan leluhur. Oleh karena itu, larangan-larangan yang diterapkan dalam konteks hukum adat sangat penting untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan menjaga keseimbangan lingkungan.

Namun, menjaga hutan tetap lestari bukanlah tugas yang mudah. Masyarakat Desa Teluk Bakung menghadapi berbagai tantangan dalam upaya pelestarian hutan mereka. Tekanan dari kegiatan ekonomi eksternal, seperti penebangan liar dan eksploitasi sumber daya alam, serta dampak perubahan iklim, menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutan hutan. Selain itu, migrasi penduduk dan modernisasi yang cepat dapat mengikis nilai-nilai tradisional yang telah lama menjadi landasan pelestarian hutan.

Di tengah tantangan ini, peran generasi muda menjadi semakin penting. Desa Teluk Bakung telah mulai melibatkan anak-anak muda dalam berbagai inisiatif pelestarian hutan, termasuk program pendidikan lingkungan dan kegiatan konservasi berbasis masyarakat. Generasi muda tidak hanya diajarkan tentang pentingnya menjaga hutan, tetapi juga diberi tanggung jawab untuk meneruskan tradisi ini. Dengan demikian, kesinambungan pengetahuan dan praktik pelestarian hutan dapat terjaga dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Menjaga hutan tetap lestari bukan hanya soal melindungi lingkungan, tetapi juga melindungi sumber daya alam yang menjadi penopang kehidupan mereka. Hutan yang rusak tidak lagi mampu mendukung kehidupan tumbuhan dan hewan, mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati dan terganggunya rantai makanan. Flora dan fauna yang sebelumnya menjadikan hutan sebagai habitat utama juga akan kehilangan tempat tinggal mereka, yang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi keseimbangan ekosistem lokal.

Di tengah ancaman kerusakan lingkungan, masyarakat Desa Teluk Bakung tetap teguh dalam menjaga kelestarian hutan mereka. Melalui patroli rutin yang dilakukan setiap bulan oleh Tim Patroli Desa Teluk Bakung serta pengawasan berbasis kearifan lokal, hutan terus dipertahankan sebagai warisan yang harus dijaga. Bagi masyarakat Teluk Bakung, hutan bukan hanya penopang kehidupan saat ini, tetapi juga investasi berharga untuk generasi mendatang.

Dengan menjaga hutan, masyarakat Desa Teluk Bakung tidak hanya melindungi warisan leluhur mereka, tetapi juga memberikan harapan bagi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Mari kita semua berperan aktif dalam menjaga hutan, baik melalui dukungan langsung atau dengan menyebarkan kesadaran akan pentingnya pelestarian alam untuk masa depan yang lebih baik.

Hutan sebagai Sumber Kehidupan dan Kearifan Lokal Masyarakat Desa Teluk Bakung Read More »

Rapat Awal Tahun 2025: Awali Tahun dengan Semangat Baru!

KUBU RAYA, sampankalimantan.id – Mengawali tahun 2025, SAMPAN Kalimantan menggelar Rapat Awal Tahun, sebuah momen yang tak hanya sekadar pertemuan, tetapi juga titik tolak penting dalam merancang langkah strategis untuk mewujudkan visi besar organisasi: mendukung keberlanjutan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal.

Dalam suasana yang penuh kolaborasi dan ide-ide segar, rapat ini menjadi ruang diskusi mendalam. Setiap divisi memaparkan laporan kinerja 2024, memberikan gambaran pencapaian, tantangan, serta pembelajaran.

Dengan arah yang lebih jelas dan semangat yang menyala, tahun 2025 diharapkan menjadi babak baru yang penuh prestasi dan dampak positif. Bersama-sama, SAMPAN Kalimantan siap melangkah menuju masa depan yang lebih hijau, berdaya, dan berkelanjutan.

Rapat Awal Tahun 2025: Awali Tahun dengan Semangat Baru! Read More »

Memanfaatkan  Hasil Hutan Untuk Kesejahteaan Masyarakat

KUBU RAYA, sampankalimantan.id- Menyusuri jalan di Desa Kampung Baru, terlihat lahan-lahan subur yang ditanami berbagai jenis sayuran dan tanaman pangan. Di sinilah sebagian besar penduduk Desa Kampung Baru memanfaatkan hutan sebagai sumber mata pencaharian utama.

Setiap pagi, warga Desa Kampung Baru bergegas menuju ladang, dengan tekun mengolah lahan tangan mereka sendiri. Hutan, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Tanah yang subur dan kondisi iklim yang mendukung, menjadikan hasil panen mereka begitu melimpah.

“Aktivitas bercocok tanam sayur dan berladang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari warga, yang kini lebih memilih cara-cara yang ramah lingkungan,” ungkap Poni selaku BPD Kampung Baru.

Pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial menyebutkan bahwa agroforestri merupakan salah satu pola dalam pemanfaatan hutan pada areal kerja Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial.

Dalam agroforestri, lahan dikelola dengan memadukan tanaman pertanian dengan pohon-pohon kehutanan. Sistem ini, memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan hasil pertanian yang beragam, tetapi juga membantu menjaga kelestarian hutan. Tanaman pangan seperti sayuran, buah-buahan, atau tanaman obat ditanam berdampingan dengan pohon-pohon besar yang berfungsi sebagai penyangga ekosistem.

Di ladang-ladang itulah, tanaman-tanaman seperti singkong, jengkol, petai,  jagung, dan berbagai sayuran tumbuh subur di Desa Kampung Baru.  Hasil panen ini juga dijual ke pasar setempat, memberikan penghasilan tambahan yang membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Semangat dan kerja keras warga terlihat jelas setiap kali mereka turun ke ladang. Dengan alat-alat sederhana, mereka menggali, menanam, dan merawat tanaman dengan penuh perhatian.

Mereka saling membantu, baik dalam menanam maupun saat musim panen tiba. Gotong royong menjadi nilai yang terus dijaga, mencerminkan bagaimana hubungan sosial dan hubungan dengan alam terjalin erat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kampung Baru.

Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian hutan semakin meningkat di kalangan masyarakat. Penebangan hutan yang dulu marak dilakukan, kini sudah ditinggalkan. Begitu juga dengan praktik perburuan liar, yang semakin ditinggalkan karena masyarakat menyadari dampaknya terhadap keseimbangan ekosistem.

Kini, masyarakat Kampung Baru menyadari bahwa dengan menjaga kelestarian hutan, mereka juga menjaga masa depan generasi berikutnya. Perubahan ini menunjukkan komitmen masyarakat Kampung Baru untuk menjaga hutan, sambil tetap mengandalkannya sebagai sumber penghidupan yang penting.

Memanfaatkan  Hasil Hutan Untuk Kesejahteaan Masyarakat Read More »

Perhutanan Sosial Solusi Lokal untuk Tantangan Global

Pada COP29 di Baku, Azerbaijan, Indonesia menegaskan komitmennya dalam pengendalian perubahan iklim melalui perhutanan sosial. Program ini diakui sebagai model mitigasi iklim berbasis masyarakat yang efektif, menunjukkan bahwa pendekatan partisipatif dapat menghasilkan manfaat ekologis dan ekonomi secara bersamaan. Perhutanan sosial di Indonesia berperan signifikan dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang dibahas pada COP29. Program ini memberikan akses pengelolaan hutan kepada masyarakat lokal dan adat, yang berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim.

Perhutanan sosial di Indonesia berperan signifikan dalam mencapai target pengurangan emisi global yang dibahas pada COP29. Program ini memberikan akses pengelolaan hutan kepada masyarakat lokal, yang berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui beberapa cara:

  • Pengurangan Deforestasi dan Degradasi Hutan: Dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan, perhutanan sosial berhasil menekan laju deforestasi dan degradasi hutan. Hal ini mengurangi emisi GRK yang dihasilkan dari perubahan penggunaan lahan dan kerusakan hutan.
  • Peningkatan Stok Karbon Hutan: Melalui rehabilitasi lahan dan penanaman kembali, program ini meningkatkan cadangan karbon di hutan, yang berperan dalam penyerapan CO₂ dari atmosfer.
  • Konservasi Stok Karbon Hutan: Perhutanan sosial mendorong konservasi hutan yang ada, menjaga stok karbon tetap utuh dan mencegah pelepasan emisi tambahan.

Hingga November 2024, luas perhutanan sosial di Indonesia telah mencapai lebih dari 8 juta hektare, melibatkan lebih dari 1,3 juta kepala keluarga. Program ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga berkontribusi pada upaya pengendalian perubahan iklim. Dalam konteks Forest and Land Use (FoLU) Net Sink 2030, perhutanan sosial diperkirakan dapat berkontribusi pada penurunan emisi sebesar 24,6 juta ton CO₂e, atau setara dengan 18% dari target yang ditetapkan.

Dengan demikian, perhutanan sosial menjadi strategi kunci Indonesia dalam mencapai target pengurangan emisi global yang dibahas di COP29, melalui pelibatan aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan.

Perhutanan Sosial Solusi Lokal untuk Tantangan Global Read More »

Scroll to Top