Optimalisasi Perhutanan Sosial Melalui Agroforestri Untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan

Agroforestri atau pertanian hutan merupakan salah satu pendekatan budidaya yang mengintegrasikan berbagai jenis tanaman pertanian, peternakan, dan tanaman kehutanan dalam satu unit lahan. Sistem ini menjadi pilihan yang tepat dalam pemanfaatan sumber daya hutan yang lebih berkelanjutan. Dalam konteks perhutanan sosial, agroforestri berperan penting dalam mendukung program ketahanan pangan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Penerapan pola agroforestri selaras dengan tujuan pengelolaan hutan yang lebih inklusif dan berkelanjutan, seperti yang tertua dalam Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial. Melalui pendekatan ini, masyarakat sekitar hutan dapat memanfaatkan lahan secara optimal tanpa mengorbankan ekosistem ekosistem hutan.

Dalam konteks ketahanan pangan, agroforestri memiliki potensi besar untuk meningkatkan stok pangan serta memperkaya keberagaman produk pertanian. Dengan menggabungkan tanaman pangan seperti padi, jagung, atau sayuran dengan tanaman kehutanan seperti pohon buah atau rempah-rempah, sistem ini menghasilkan produk pangan yang lebih bervariasi. Hal ini berkontribusi pada pengurangan ketergantungan terhadap satu komoditas, yang sering kali rentan terhadap minggu pasar atau bencana alam. Keberagaman produk ini juga membantu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan mengurangi risiko kerawanan pangan, terutama di wilayah-wilayah yang bergantung pada hasil alam.

Salah satu keuntungan utama dari agroforestri adalah kemampuannya untuk meningkatkan kualitas tanah dan menjaga keingintahuan lingkungan. Tanaman kehutanan yang ditanam dalam sistem agroforestri memiliki akar yang dapat memperbaiki struktur tanah dan mencegah erosi. Selain itu, pohon produktif yang ditanam dalam sistem agroforestri dapat menyerap karbon dioksida, berperan dalam mitigasi perubahan iklim, dan memperbaiki kualitas udara. Dengan demikian, agroforestri tidak hanya mendukung ketahanan pangan tetapi juga berperan aktif dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Penerapan agroforestri dalam kerangka perhutanan sosial juga memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, khususnya yang tergabung dalam kelompok pengelola perhutanan sosial, memiliki kesempatan untuk mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. Melalui agroforestri, mereka dapat meningkatkan pendapatan melalui penjualan hasil pertanian, buah-buahan, rempah-rempah, serta produk hutan non-kayu lainnya. Pendapatan tambahan ini tidak hanya memperbaiki kesejahteraan ekonomi mereka, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan keluarga.

Program ketahanan pangan yang dijalankan oleh pemerintah membutuhkan solusi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Agroforestri menjadi strategi pilihan karena mampu meningkatkan produksi pangan tanpa merusak ekosistem. Dengan mengadopsi sistem agroforestri, kita dapat memproduksi berbagai jenis pangan seperti buah-buahan, sayuran, dan tanaman obat, sambil tetap mempertahankan fungsi hutan sebagai penyedia jasa ekosistem, seperti penyimpanan udara dan pencegahan bencana alam. Perhutanan sosial memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung ketahanan pangan.

Dengan memberikan hak kelola hutan kepada masyarakat, program ini membuka peluang bagi mereka untuk memanfaatkan sumber daya hutan secara produktif dan berkelanjutan. Melalui sistem agroforestri yang diterapkan dalam pengelolaan kawasan perhutanan sosial, masyarakat dapat memanfaatkan lahan hutan dengan bijak, sambil tetap menjaga kelestarian alam. Oleh karena itu, Perhutanan Sosial tidak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat, tetapi juga memberikan dampak positif bagi lingkungan. Agroforestri juga mendukung pengelolaan hutan yang lebih inklusif dan ramah lingkungan. Sistem ini mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga keseimbangan antara produksi pangan dan pelestarian hutan.

Dengan mengelola hutan kawasan secara berkelanjutan, agroforestri dapat memperbaiki kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat sekaligus melestarikan sumber daya alam untuk generasi mendatang. Oleh karena itu, integrasi agroforestri dalam perhutanan sosial memberikan kontribusi penting dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Sistem agroforestri merupakan sistem pertanian berkelanjutan karena kombinasitanaman dengan berbagai jenis dan memiliki beberapa strata tajuk yang lebih ramah lingkungan. Namun masih banyak dilakukan praktik agroforestri yang masih memiliki produktivitas rendah. Sehingga petani tidak tertarik untuk mengembangkannya. Agroforestri memiliki beberapa karakteristik yang lebih unggul dibandingkan dengan sistem pertanian tradisional (monokultur) dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Agroforestri dapat berhasil jika dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan tetap menjaga produktivitas lahan.

Optimalisasi Perhutanan Sosial Melalui Agroforestri Untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan Read More »

Ubah Limbah Jadi Pakan, Potensi Budidaya Maggot BSF

KUBU RAYA, sampankalimantan.id – Dalam upaya mendorong peningkatan keterampilan dan wawasan dari pendamping desa, SAMPAN Kalimantan menggelar pelatihan mengenai budidaya maggot Black Soldier Fly (BSF) atau Lalat Tentara Hitam (Hermetia illucens). Kegiatan ini juga dilengkapi dengan edukasi pemanfaatan maggot sebagai pakan alternatif serta pengelolaan limbah organik secara berkelanjutan.

Apa Itu Maggot BSF?

Maggot BSF adalah larva dari lalat tentara hitam yang memiliki kemampuan luar biasa dalam mengurai limbah organik. Selain itu, maggot kaya akan protein, menjadikannya pakan alternatif ideal untuk sektor perikanan dan peternakan. Maggot BSF juga dikenal higienis karena lalat ini tidak menularkan penyakit, sehingga aman untuk dibudidayakan.

Teknik Budidaya Maggot BSF

Pelatihan ini mencakup berbagai tahapan budidaya maggot, mulai dari penanganan telur hingga proses panen. Beberapa langkah penting yang diajarkan meliputi:

  • Media Bertelur: Media bertelur seperti kayu atau kertas digunakan untuk memberikan tempat yang nyaman bagi lalat BSF bertelur. Media ini perlu diletakkan di lokasi yang terlindung namun tetap memiliki sirkulasi udara yang baik. Pemilihan media yang tepat dapat meningkatkan jumlah telur yang dihasilkan.
  • Penetasan Telur: Telur BSF membutuhkan waktu sekitar dua hari untuk menetas menjadi larva. Selama periode ini, suhu lingkungan harus dijaga stabil pada kisaran 25-30°C. Kelembapan juga penting untuk memastikan tingkat penetasan yang tinggi.
  • Pemberian Pakan: Larva diberi pakan berupa sisa makanan organik, seperti buah-buahan busuk, roti, atau sayuran. Untuk mempercepat pertumbuhan, pakan dapat dicampur dengan sedikit air biasa atau larutan gula. Pemberian pakan harus rutin untuk memastikan larva tumbuh dengan optimal hingga siap dipanen.
  • Pemanenan: Setelah sekitar 14-20 hari, maggot mencapai ukuran optimal untuk dipanen. Maggot dapat digunakan sebagai pupuk organik (Kasgot) atau sebagai pakan alternatif yang kaya protein. Proses pemanenan dilakukan dengan memisahkan larva dari sisa pakan menggunakan saringan atau wadah khusus.

Budidaya maggot BSF membutuhkan suhu ideal antara 25-30°C untuk memastikan pertumbuhan optimal. Dengan siklus hidup yang hanya 45 hari, budidaya maggot BSF terbukti efisien dalam mengolah limbah organik sekaligus menyediakan solusi ekonomis.

Manfaat Ekologis dan Ekonomis

Syamhudi, Ketua Kreasi Sungai Putat (KSP), menjelaskan bahwa maggot BSF mampu membantu meminimalkan sampah organik dengan biaya yang rendah. “Selain mudah dikembangbiakkan, BSF juga memiliki siklus hidup yang singkat, sehingga efisien untuk pengolahan limbah organik,” ujarnya pada Rabu (8/01/2025).

Satu kilogram maggot dapat dihasilkan dari pengolahan sekitar 5 kilogram limbah organik dalam waktu seminggu. Selain itu, sisa makanan yang diolah oleh maggot menghasilkan pupuk organik berkualitas tinggi untuk menyuburkan tanah. Kasgot dapat dihasilkan dari sisa makanan yang mengandung banyak protein, seperti roti dan buah-buahan. Semakin tinggi kadar protein pada makanan yang diberikan kepada larva BSF, semakin tinggi pula kandungan zat hara yang akan dihasilkan dalam Kasgot. Hal ini memberikan solusi ekologis yang ramah lingkungan. Kandungan protein dalam maggot juga menjadikannya pakan alternatif yang bermanfaat untuk mendukung produktivitas di sektor perikanan dan peternakan.

Tantangan dalam Budidaya

Meski budidaya maggot memiliki banyak keunggulan, terdapat beberapa tantangan utama yang harus dihadapi oleh para peternak. Salah satunya adalah kebutuhan suhu stabil, di mana suhu ideal antara 25-30°C sangat penting untuk memastikan telur menetas dengan baik dan larva berkembang secara optimal. Ketidakstabilan suhu dapat mengganggu siklus hidup maggot dan secara langsung memengaruhi hasil budidaya.

Selain itu, ketersediaan limbah organik yang konsisten juga menjadi tantangan penting. Pasokan limbah yang tidak mencukupi dapat menghentikan proses pembesaran maggot, sehingga mengurangi produktivitas. Limbah organik yang tersedia harus diolah secara teratur agar memenuhi kebutuhan pakan maggot secara berkelanjutan.

Di sisi lain, pemasaran produk juga sering menjadi hambatan bagi pemula. Menemukan pasar untuk maggot, baik sebagai pakan alternatif maupun pupuk organik, memerlukan strategi pemasaran yang matang. Tanpa akses ke pasar yang luas, hasil budidaya dapat kehilangan nilai ekonominya.

Untuk mengatasi tantangan ini, peserta pelatihan didorong untuk merencanakan strategi yang matang. Ini termasuk pengelolaan suhu secara teliti, pengumpulan limbah secara teratur, dan pengembangan jaringan pemasaran yang efektif agar hasil budidaya memiliki nilai ekonomi yang optimal.

Dampak pada Desa Dampingan

Melalui pelatihan ini, SAMPAN Kalimantan berharap dapat di aplikasikan pada desa-desa dampingan sehingga mampu memanfaatkan maggot BSF untuk mengelola sampah organik secara lebih efektif. Pemanfaatan ini diharapkan dapat mendukung usaha-usaha berbasis lingkungan seperti Silvofisheri, Silvopastura, dan Agroforestry, yang menjadi salah satu fokus pemberdayaan di tingkat lokal. Selain itu, maggot BSF juga menawarkan alternatif pakan yang ekonomis untuk peternakan dan perikanan, membantu masyarakat desa mengurangi biaya produksi secara signifikan. Sebagai contoh, beberapa desa telah melaporkan pengurangan biaya pakan hingga 40% dengan memanfaatkan maggot sebagai pakan alternatif. Langkah ini tidak hanya berkontribusi pada pelestarian lingkungan tetapi juga membuka peluang ekonomi baru yang berkelanjutan bagi masyarakat desa.

Komitmen SAMPAN Kalimantan

SAMPAN Kalimantan terus berkomitmen mendukung inovasi berbasis lingkungan yang memberikan manfaat ekologis dan ekonomis bagi masyarakat. Dengan memahami manfaat serta teknik budidaya maggot BSF, desa-desa dampingan didorong untuk menciptakan inovasi baru yang dapat menjaga keseimbangan ekosistem sekaligus meningkatkan kesejahteraan lokal. Melalui pendekatan ini, SAMPAN Kalimantan berharap praktik-praktik berkelanjutan dapat diadopsi secara luas, menjadikan maggot BSF sebagai solusi multifungsi yang berdampak positif terhadap lingkungan dan perekonomian masyarakat.

SAMPAN Kalimantan berkomitmen untuk terus mendukung inovasi berbasis lingkungan yang memberikan manfaat ekologis dan ekonomis. Dengan memahami manfaat dan teknik budidaya maggot BSF, masyarakat desa dapat menciptakan inovasi baru untuk mendukung keseimbangan ekosistem dan meningkatkan kesejahteraan lokal.

Melalui pendekatan ini, diharapkan desa dampingan dapat mengadopsi praktik yang berkelanjutan, menjadikan maggot BSF sebagai solusi multifungsi yang berdampak positif bagi lingkungan dan perekonomian masyarakat.

Ubah Limbah Jadi Pakan, Potensi Budidaya Maggot BSF Read More »

Hutan sebagai Sumber Kehidupan dan Kearifan Lokal Masyarakat Desa Teluk Bakung

KUBU RAYA, sampankalimantan.id – Hutan di Desa Teluk Bakung bukan hanya sekadar bentangan alam hijau, tetapi juga denyut nadi kehidupan yang menyatu dengan masyarakatnya. Sejak dulu, masyarakat Desa Teluk Bakung telah mengandalkan hutan sebagai sumber penghidupan dan pemelihara tradisi, mencerminkan betapa eratnya hubungan mereka dengan alam. Di tengah berbagai tantangan modernisasi dan degradasi lingkungan, desa ini tetap teguh memegang kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi, menjadikan hutan sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka.

Kepala Desa Teluk Bakung, Rita, menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat masih memanfaatkan hutan untuk berladang dan berkebun, serta menanam sayuran. Meski menggunakan cara tradisional, sistem pengelolaan lahan ini dilakukan dengan bijak, tanpa menggunakan metode bakar yang bisa merusak lingkungan. Mereka menanam berbagai jenis tanaman perkebunan, seperti durian, cempedak, dan tanaman buah lainnya. Transisi dari hutan ke ladang dilakukan dengan penuh kehati-hatian, memastikan bahwa kelestarian lingkungan tetap terjaga.

Selain dari hasil ladang, sayur-mayur yang dihasilkan dari kebun dan lahan yang dikelola di dalam hutan menjadi sumber pendapatan penting bagi keluarga. Produk-produk ini tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, tetapi juga berperan signifikan dalam mendukung perekonomian keluarga. Lebih dari itu, hutan juga menjadi apotek alami bagi masyarakat; tanaman tertentu yang tumbuh secara liar sering dimanfaatkan sebagai obat-obatan tradisional, menunjukkan bahwa hutan memberikan manfaat lebih dari sekadar sumber pangan.

Manfaat hutan tidak berhenti pada perekonomian saja. Ketersediaan pakan ternak yang melimpah dari hutan juga memberikan keuntungan besar bagi masyarakat sekitar. Mereka dapat memanfaatkan rumput-rumput yang tumbuh subur di kawasan hutan sebagai sumber pakan alami. Dengan demikian, kebutuhan pakan ternak dapat terpenuhi tanpa menambah beban biaya bagi masyarakat, menjadikan keberadaan hutan sangat vital bagi kelangsungan hidup mereka.

Lebih dari sekadar manfaat ekonomi, hutan di Desa Teluk Bakung juga memiliki nilai budaya yang sangat tinggi. Masyarakat desa ini masih menjunjung tinggi hukum adat, yang menjadi salah satu bentuk perlindungan terhadap hutan. Aturan-aturan adat ini diwariskan secara turun-temurun, dengan keyakinan bahwa merusak hutan demi kepentingan pribadi sama saja dengan mengkhianati warisan leluhur. Oleh karena itu, larangan-larangan yang diterapkan dalam konteks hukum adat sangat penting untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan menjaga keseimbangan lingkungan.

Namun, menjaga hutan tetap lestari bukanlah tugas yang mudah. Masyarakat Desa Teluk Bakung menghadapi berbagai tantangan dalam upaya pelestarian hutan mereka. Tekanan dari kegiatan ekonomi eksternal, seperti penebangan liar dan eksploitasi sumber daya alam, serta dampak perubahan iklim, menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutan hutan. Selain itu, migrasi penduduk dan modernisasi yang cepat dapat mengikis nilai-nilai tradisional yang telah lama menjadi landasan pelestarian hutan.

Di tengah tantangan ini, peran generasi muda menjadi semakin penting. Desa Teluk Bakung telah mulai melibatkan anak-anak muda dalam berbagai inisiatif pelestarian hutan, termasuk program pendidikan lingkungan dan kegiatan konservasi berbasis masyarakat. Generasi muda tidak hanya diajarkan tentang pentingnya menjaga hutan, tetapi juga diberi tanggung jawab untuk meneruskan tradisi ini. Dengan demikian, kesinambungan pengetahuan dan praktik pelestarian hutan dapat terjaga dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Menjaga hutan tetap lestari bukan hanya soal melindungi lingkungan, tetapi juga melindungi sumber daya alam yang menjadi penopang kehidupan mereka. Hutan yang rusak tidak lagi mampu mendukung kehidupan tumbuhan dan hewan, mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati dan terganggunya rantai makanan. Flora dan fauna yang sebelumnya menjadikan hutan sebagai habitat utama juga akan kehilangan tempat tinggal mereka, yang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi keseimbangan ekosistem lokal.

Di tengah ancaman kerusakan lingkungan, masyarakat Desa Teluk Bakung tetap teguh dalam menjaga kelestarian hutan mereka. Melalui patroli rutin yang dilakukan setiap bulan oleh Tim Patroli Desa Teluk Bakung serta pengawasan berbasis kearifan lokal, hutan terus dipertahankan sebagai warisan yang harus dijaga. Bagi masyarakat Teluk Bakung, hutan bukan hanya penopang kehidupan saat ini, tetapi juga investasi berharga untuk generasi mendatang.

Dengan menjaga hutan, masyarakat Desa Teluk Bakung tidak hanya melindungi warisan leluhur mereka, tetapi juga memberikan harapan bagi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Mari kita semua berperan aktif dalam menjaga hutan, baik melalui dukungan langsung atau dengan menyebarkan kesadaran akan pentingnya pelestarian alam untuk masa depan yang lebih baik.

Hutan sebagai Sumber Kehidupan dan Kearifan Lokal Masyarakat Desa Teluk Bakung Read More »

Rapat Awal Tahun 2025: Awali Tahun dengan Semangat Baru!

KUBU RAYA, sampankalimantan.id – Mengawali tahun 2025, SAMPAN Kalimantan menggelar Rapat Awal Tahun, sebuah momen yang tak hanya sekadar pertemuan, tetapi juga titik tolak penting dalam merancang langkah strategis untuk mewujudkan visi besar organisasi: mendukung keberlanjutan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal.

Dalam suasana yang penuh kolaborasi dan ide-ide segar, rapat ini menjadi ruang diskusi mendalam. Setiap divisi memaparkan laporan kinerja 2024, memberikan gambaran pencapaian, tantangan, serta pembelajaran.

Dengan arah yang lebih jelas dan semangat yang menyala, tahun 2025 diharapkan menjadi babak baru yang penuh prestasi dan dampak positif. Bersama-sama, SAMPAN Kalimantan siap melangkah menuju masa depan yang lebih hijau, berdaya, dan berkelanjutan.

Rapat Awal Tahun 2025: Awali Tahun dengan Semangat Baru! Read More »

Memanfaatkan  Hasil Hutan Untuk Kesejahteaan Masyarakat

KUBU RAYA, sampankalimantan.id- Menyusuri jalan di Desa Kampung Baru, terlihat lahan-lahan subur yang ditanami berbagai jenis sayuran dan tanaman pangan. Di sinilah sebagian besar penduduk Desa Kampung Baru memanfaatkan hutan sebagai sumber mata pencaharian utama.

Setiap pagi, warga Desa Kampung Baru bergegas menuju ladang, dengan tekun mengolah lahan tangan mereka sendiri. Hutan, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Tanah yang subur dan kondisi iklim yang mendukung, menjadikan hasil panen mereka begitu melimpah.

“Aktivitas bercocok tanam sayur dan berladang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari warga, yang kini lebih memilih cara-cara yang ramah lingkungan,” ungkap Poni selaku BPD Kampung Baru.

Pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 9 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial menyebutkan bahwa agroforestri merupakan salah satu pola dalam pemanfaatan hutan pada areal kerja Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial.

Dalam agroforestri, lahan dikelola dengan memadukan tanaman pertanian dengan pohon-pohon kehutanan. Sistem ini, memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan hasil pertanian yang beragam, tetapi juga membantu menjaga kelestarian hutan. Tanaman pangan seperti sayuran, buah-buahan, atau tanaman obat ditanam berdampingan dengan pohon-pohon besar yang berfungsi sebagai penyangga ekosistem.

Di ladang-ladang itulah, tanaman-tanaman seperti singkong, jengkol, petai,  jagung, dan berbagai sayuran tumbuh subur di Desa Kampung Baru.  Hasil panen ini juga dijual ke pasar setempat, memberikan penghasilan tambahan yang membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Semangat dan kerja keras warga terlihat jelas setiap kali mereka turun ke ladang. Dengan alat-alat sederhana, mereka menggali, menanam, dan merawat tanaman dengan penuh perhatian.

Mereka saling membantu, baik dalam menanam maupun saat musim panen tiba. Gotong royong menjadi nilai yang terus dijaga, mencerminkan bagaimana hubungan sosial dan hubungan dengan alam terjalin erat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kampung Baru.

Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian hutan semakin meningkat di kalangan masyarakat. Penebangan hutan yang dulu marak dilakukan, kini sudah ditinggalkan. Begitu juga dengan praktik perburuan liar, yang semakin ditinggalkan karena masyarakat menyadari dampaknya terhadap keseimbangan ekosistem.

Kini, masyarakat Kampung Baru menyadari bahwa dengan menjaga kelestarian hutan, mereka juga menjaga masa depan generasi berikutnya. Perubahan ini menunjukkan komitmen masyarakat Kampung Baru untuk menjaga hutan, sambil tetap mengandalkannya sebagai sumber penghidupan yang penting.

Memanfaatkan  Hasil Hutan Untuk Kesejahteaan Masyarakat Read More »

Perhutanan Sosial Solusi Lokal untuk Tantangan Global

Pada COP29 di Baku, Azerbaijan, Indonesia menegaskan komitmennya dalam pengendalian perubahan iklim melalui perhutanan sosial. Program ini diakui sebagai model mitigasi iklim berbasis masyarakat yang efektif, menunjukkan bahwa pendekatan partisipatif dapat menghasilkan manfaat ekologis dan ekonomi secara bersamaan. Perhutanan sosial di Indonesia berperan signifikan dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang dibahas pada COP29. Program ini memberikan akses pengelolaan hutan kepada masyarakat lokal dan adat, yang berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim.

Perhutanan sosial di Indonesia berperan signifikan dalam mencapai target pengurangan emisi global yang dibahas pada COP29. Program ini memberikan akses pengelolaan hutan kepada masyarakat lokal, yang berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui beberapa cara:

  • Pengurangan Deforestasi dan Degradasi Hutan: Dengan melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan, perhutanan sosial berhasil menekan laju deforestasi dan degradasi hutan. Hal ini mengurangi emisi GRK yang dihasilkan dari perubahan penggunaan lahan dan kerusakan hutan.
  • Peningkatan Stok Karbon Hutan: Melalui rehabilitasi lahan dan penanaman kembali, program ini meningkatkan cadangan karbon di hutan, yang berperan dalam penyerapan CO₂ dari atmosfer.
  • Konservasi Stok Karbon Hutan: Perhutanan sosial mendorong konservasi hutan yang ada, menjaga stok karbon tetap utuh dan mencegah pelepasan emisi tambahan.

Hingga November 2024, luas perhutanan sosial di Indonesia telah mencapai lebih dari 8 juta hektare, melibatkan lebih dari 1,3 juta kepala keluarga. Program ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga berkontribusi pada upaya pengendalian perubahan iklim. Dalam konteks Forest and Land Use (FoLU) Net Sink 2030, perhutanan sosial diperkirakan dapat berkontribusi pada penurunan emisi sebesar 24,6 juta ton CO₂e, atau setara dengan 18% dari target yang ditetapkan.

Dengan demikian, perhutanan sosial menjadi strategi kunci Indonesia dalam mencapai target pengurangan emisi global yang dibahas di COP29, melalui pelibatan aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan yang berkelanjutan.

Perhutanan Sosial Solusi Lokal untuk Tantangan Global Read More »

Scroll to Top