KUBU RAYA, sampankalimantan.id- Di Desa Teluk Nibung, peternakan kambing menjadi salah satu usaha utama masyarakat setempat. Namun, banyaknya kotoran kambing yang menumpuk di sekitar kandang sering kali tidak diolah dengan baik, sehingga sangat penting untuk memanfaatkan kotoran hewan ternak menjadi lebih bermanfaat dengan mengolahnya menjadi pupuk organik agar tidak bergantung terhadap pupuk kimia.
Sebagaimana diketahui secara administratif, Desa Teluk Nibung memiliki luas wilayah sekitar 2.900 hektar, yang terbagi dalam kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Secara geologis, wilayah desa ini didominasi oleh lahan yang sangat cocok untuk pertanian dan perkebunan, menjadikannya salah satu sektor perternakan bagi masyarakat setempat, yang saat ini berkembang pesat.
Oleh karena itu, penggunaan pupuk organik dari kotoran kambing menjadi solusi utama, karena lebih mudah didapatkan dan diolah. Pupuk organik ini memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk tanah dan tanaman, sehingga para petani memanfaatkannya secara rutin untuk menyuburkan lahan mereka.
Saat ini, penggunaan pupuk mulai beralih dari pupuk kimia ke pupuk organik. Pergeseran ini terjadi karena pupuk organik dinilai lebih efektif untuk jangka panjang dalam meningkatkan produktivitas lahan serta mencegah degradasi tanah. Hal ini disebabkan oleh campuran kotoran dengan urin, yang memperkaya komposisi nutrisi pupuk yang baik.
Dengan penggunaan pupuk kompos dari kotoran kambing, petani dapat meningkatkan kualitas tanah sekaligus mendukung pertumbuhan tanaman secara alami dan berkelanjutan, tanpa perlu bergantung pada pupuk kimia.
Salah satu warga Desa Teluk Nibung merakit mesin yang mampu mengolah serabut kelapa dan kotoran kambing menjadi bahan pupuk organik. Inovasi ini tak hanya membantu mengatasi limbah, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Pembuatan pupuk organik ini menggunakan bahan-bahan utama seperti kotoran kambing kering, serabut kelapa lapuk, dan dedaunan atau jerami. Untuk mempercepat proses penguraian, bahan-bahan tersebut dicampur dengan EM4 dan gula merah.
Langkah pertama dalam proses ini adalah menggiling semua bahan dengan menggunakan mesin rakitan khusus. Setelah bahan-bahan halus, mereka dicampur dan disemprot dengan bahan pengurai sebelum ditutup rapat menggunakan terpal.
Selama proses fermentasi, campuran ini perlu diperiksa setiap tiga hari untuk memastikan perkembangan yang optimal. Setelah 21 hari, pupuk organik sudah siap digunakan untuk menyuburkan tanah dan meningkatkan hasil pertanian.
Mahyudin, Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Teluk Nibung, mengungkapkan harapannya bahwa unit usaha pembuatan pupuk organik dapat meningkatkan penghasilan masyarakat. Selain itu, inovasi ini juga diharapkan dapat mengurangi kotoran kambing yang berserakan yang juga dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ternak maupun lingkungan.
“Dengan adanya unit usaha pembuatan pupuk organik dan cocopeat ini, kami berharap penghasilan masyarakat dapat meningkat, serta dapat membantu dalam meminimalisir limbah sabut kelapa yang ada,” ujar Mahyudin.
Inovasi ini merupakan langkah awal bagi Desa Teluk Nibung dalam mengatasi permasalahan limbah dan kesehatan ternak, sekaligus membuka peluang baru bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengolahan pupuk organik yang bernilai ekonomi tinggi.
Dengan hasil panen yang meningkat, diharapkan dapat semakin memperluas produk pertanian ke pasar, khususnya dalam pengembangan sektor pertanian di Desa Teluk Nibung.