Program DMPG juga menghadapi kendala tumpang tindih kepemilikan lahan, rendahnya pemahaman masyarakat terhadap teknik pengelolaan gambut yang ramah lingkungan, serta koordinasi antar pemangku kepentingan yang belum optimal.
Tantangan-tantangan tersebut menimbulkan ketidakpastian terhadap keberhasilan skema blue carbon dan pengurangan emisi karbon global, yang berpotensi memengaruhi posisi Indonesia dalam negosiasi iklim internasional.
Dengan kata lain, persoalan domestik dapat berdampak pada melemahnya posisi Indonesia di forum iklim global.
Dari perspektif hubungan internasional, langkah Indonesia dalam mengembangkan mekanisme perdagangan karbon patut diapresiasi.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah meresmikan perdagangan karbon internasional pertama melalui Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) pada Januari 2025.
Langkah ini menjadi tonggak penting dalam implementasi Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK).
Dengan membuka peluang kolaborasi bagi sektor swasta dan komunitas internasional, Indonesia mengambil peran strategis dalam mengarahkan kebijakan nasional, menegaskan kepentingan nasional melalui mitigasi perubahan iklim, serta memperkuat kredibilitas negara di tingkat global.
Untuk memperkokoh posisi tersebut, Indonesia perlu terus meningkatkan kapasitas teknis, memperluas partisipasi masyarakat, serta memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap implementasi program restorasi ekosistem.
Penulis: Adinda Yudiatmira Ramadhani (Mahasiswi Magang Prodi Hubungan Internasional, Universitas Tanjungpura 2025)