Editor: Evi

PONTIANAK, sampankalimantan.id- Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Dr.Ir. Bambang Supriyanto, M.Sc menyebutkan bahwa Provinsi Kalimantan Barat, memiliki potensi besar penyumbang utama pencapaian Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 sebagai pengendali dalam perubahan ikilm secara global.
“Dikatakan demikian, karena di Kalimantan Barat masih banyak terdapat ekosistem mangrove dan gambut yang merupakan sumber utama penyimpan karbon. Disamping itu, juga dapat menjadi tantangan sebagai sumber emisi,” ungkapnya.
Penanganan perubahan iklim menjadi salah satu agenda prioritas diberbagai belahan dunia, dan terus diusungkan dan dibahas dalam berbagai kesempatan penting secara internasional, ini menurutnya menjadi perhatian bersama untuk kebijakan berkaitan dengan tantangan global untuk ke depannya.
Ia mengatakan, pemerintah telah menyepakati melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengusulkan rencana operasional Indonesia Folu Netsink 2030 yang menjabarkan target perencanaan dan kebijakan dalam mewujudkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar dua derajat.
“Sehingga pada tahun 2030, tidak ada kenaikan 2 derajat, karena kenaikan 2 derajat ini sangat rentan untuk indonesia yang banyak pulau-pulaunya,” paparnya.
Oleh karean itu, kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam mendukung perhutanan sosial, menjadi salah satu kebijakan pemerintah dalam pemanfaatan ekonomi, untuk mengatasi ketimpangan penguasaan lahan hutan bagi masyarakat, ketimpangan kapasitas SDM. dan permodalan perhutanan sosial.
“Hingga tahun 2023 sudah ada 9.719 unit SK perhutanan sosial dengan luas total 6,4 juta ha, dan masih mempunyai target 6,3 juta hektar lagi hingga tahun 2030. Ini membuktikan bahwa, perhutanan sosial pada tahun 2016 hingga 2021 mampu meningkatkan tutupan lahan sebesar 40 persen, dan itu kualifikasikan menjadi 2 juta ton CO2 atau karbon,” jelasnya.
Untuk itu, lanjutnya adanya kebijakan perhutanan sosial bertujuan untuk menunjukan kesejahteraan kelestarian hutan secara langsung, dan berdampak pada pengurangan emisi yang disebabkan oleh adanya deforestasi dan degradasi hutan. Oleh karena itu, perlu upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang dilakukan oleh masyarakat.
Disamping itu, menurutnya juga memberikan alternatif sumber mata pencarian bagi masyarakat sekitar hutan, serta membantu dalam meningkatkan kesejahteraan dan mengetaskan kemiskinan.