SAMPAN KALIMANTAN – Sahabat Masyarakat Pantai Berita Kepiting Bakau Berkah Bagi Ekonomi Lokal Desa Dabong

Kepiting Bakau Berkah Bagi Ekonomi Lokal Desa Dabong



KUBU RAYA, http://sampankalimantan.id — Desa Dabong di Kabupaten Kubu Raya memiliki kekayaan alam yang melimpah, terutama dalam hal kelimpahan bibit kepiting bakau (Scylla spp.) dari hasil tangkapan nelayan setempat. Melimpahnya bibit ini menjadi berkah tersendiri bagi para petani tambak, membuka peluang besar untuk memperluas usaha budidaya kepiting bakau. Meski keterbatasan lahan tambak sempat menjadi tantangan, para petani justru melihatnya sebagai peluang untuk berinovasi dan mengoptimalkan lahan yang ada demi meningkatkan produksi dan kualitas panen.

Sebagai salah satu komoditas perikanan bernilai tinggi, kepiting bakau terus diburu karena permintaannya yang stabil di pasar. Namun, agar populasi di alam tetap terjaga, para petani Desa Dabong kini mengembangkan budidaya berbasis silvofisheri—sebuah metode yang mengintegrasikan budidaya kepiting dengan ekosistem hutan mangrove. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan produktivitas tambak tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem, berperan sebagai penopang ekonomi lokal, sekaligus melindungi lingkungan dari abrasi dan perubahan iklim.

Budidaya yang Berkelanjutan: Meningkatkan Hasil Panen dan Kesejahteraan Petani

Mulyadi, Ketua Kelompok Usaha Perikanan Silvofisheri “Dabong Berkah,” menjelaskan bahwa para petani setempat terus berusaha memperbaiki teknik budidaya mereka. Dengan bibit yang berasal dari hasil tangkapan nelayan lokal, para petani mampu memanfaatkan potensi bibit yang melimpah tanpa harus merusak populasi liar. “Kami fokus pada kualitas panen agar harga jual lebih kompetitif. Kepiting yang dibesarkan dengan baik memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi,” ungkap Mulyadi.

Perbedaan nilai jual kepiting bakau dipengaruhi oleh ukuran dan jenis kelamin. Kepiting jantan, yang lebih besar dan berdaging tebal, biasanya dihargai lebih tinggi. Kepiting kategori “A” dijual seharga Rp 80.000 per ekor, sedangkan yang lebih kecil (kategori “B”) dihargai sekitar Rp 40.000. Meski demikian, kepiting betina tidak kalah penting, terutama karena perannya dalam regenerasi populasi.

Pelestarian Populasi: Peran Penting Kepiting Betina

Petani tambak di Desa Dabong memahami pentingnya melestarikan kepiting betina, terutama yang sedang bertelur. Saat musim panen tiba, kepiting betina sering dilepaskan kembali ke habitat aslinya di perairan mangrove agar telur-telur mereka dapat menetas secara alami. “Penetasan telur tidak efektif dilakukan di tambak, sehingga kami memilih untuk melepas kepiting betina kembali ke laut demi menjaga keberlanjutan populasi,” jelas Mulyadi.

Sebagai bagian dari praktik budidaya berkelanjutan, petani biasanya menebar bibit kepiting hingga 100 kilogram per tambak, tergantung pada luas lahan yang dimiliki. Dengan cara ini, mereka dapat mengoptimalkan hasil panen tanpa merusak keseimbangan ekosistem.

Kolaborasi dan Inovasi untuk Masa Depan yang Lestari

Keberhasilan budidaya kepiting bakau di Desa Dabong tidak lepas dari kerjasama antara masyarakat lokal, pemerintah, dan berbagai organisasi terkait. Dengan dukungan pelatihan, sarana, dan prasarana, para petani mampu berinovasi dalam mengelola tambak mereka. Selain meningkatkan kesejahteraan ekonomi, pendekatan ini juga memperkuat pelestarian hutan mangrove sebagai habitat alami yang penting bagi keberlanjutan ekosistem pesisir.

Dengan semangat gotong royong dan kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan alam, Desa Dabong menjadi contoh bagaimana pendekatan terpadu dapat memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan sekaligus. Upaya ini tidak hanya menjamin ketersediaan kepiting bakau untuk pasar, tetapi juga melindungi ekosistem mangrove untuk generasi mendatang.