Ratusan Pemuda dan Mahasiswa  Aktif Bergerak Selamatkan Ekosistem Gambut Kubu Raya 

Kubu Raya, Rabu – 28 Oktober 2023. Peringatan Hari Sumpah Pemuda yang dilakukan setiap tahun mengingatkan pentingnya peran aktif pemuda dalam  perjuangan bangsa serta berkontribusi secara langsung menorehkan catatan sejarah penting. Karena itu, hari ini Sabtu 28 Oktober 2023, momen hari bersejarah tersebut  diperingati secara khusus di desa Kampung Baru, Kubu Raya, Kalimantan Barat dengan penanaman bersama melibatkan para pihak termasuk para pemuda terutama mahasiswa dari Universitas Tanjung Pura, Pontianak.

Seperti yang dikemukakan oleh Dr. Erdi, M.Si, Wakil Dekan III FISIP Universitas Tanjungpura, Pontianak,”Kami senang bisa ikut berpartisipasi memberi kontribusi dan diperkenankan dalam kolaborasi penanaman bersama ini. Hal ini sesuai dengan program kerja FISIP UNTAN di bawah kegiatan Green Action, agar mahasiswa sebagai anak muda bisa terlibat langsung berpartisipasi aktif dalam kegiatan penyelamatan lingkungan dan penanaman area kritis.”

Penanaman bersama ini mengajak berbagai pihak pemangku kepentingan, dinas terkait, aparat desa, serta sebanyak 200 mahasiswa dari Fakultas ISIPOL Universitas Tanjung Pura, Pontianak, Kalimantan Barat.  Kegiatan penanaman dan penghutanan kembali ini penting melibatkan peran aktif para pemuda sebagai sosialisasi serta edukasi kepada kelompok pemuda terutama mahasiswa.

Area penanaman seluas 3 hektar yang merupakan bagian dari rehabilitasi Hutan Desa Kampung Baru seluas ±120 Ha. Area tersebut saat ini berupa tutupan lahan semak belukar, bekas terbakar dan tanah terbuka yang perlu direhabilitasi dan dilakukan penanaman kembali. Lahan tersebut akan direhabilitasi dengan tanaman buah-buahan yang memiliki nilai ekonomis dan memberi manfaat bagi masyarakat, seperti petai, pinang, matoa dan nangka.

Kepala Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Unit XXXIII Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat,  Bapak Ya’ Suharnoto, ST.MT mengatakan,”Sebagian besar lahan di Kabupaten Kubu raya berupa gambut dengan luas 458.675 hektar, dan salah satunya adalah Hutan Desa Kampung Baru seluas ± 827 hektar. Aksi ini selaras dengan RPHJP KPH dalam rehabilitasi kawasan hutan gambut dan juga mangrove yang kritis di Kabupaten Kubu Raya.”

Lebih lanjut oleh Kepala Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Unit XXXIII Kubu Raya, “Terpenting pemegang Persetujuan Pengelolaan Hutan Desa dapat memanfaatkan areal untuk peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. Sudah benar LPHD Kampung Baru melakukan kegiatan rehabiitasi gambut yang berada dalam areal kerjanya dengan berbagai tanaman yang memiliki nilai ekonomis, untuk meningkatkan kegiatan usaha melalui sistem Agroforestry” imbuh  Bapak Ya’ Suharnoto, ST.MT.

Ibu Atin, Ketua LPHD (Lembaga Pengelola Hutan Desa) Kampung Baru menyampaikan.”Hutan Desa Kampung Baru seluas ± 827 hektar, sebagian besar lahan gambut. Kemudian 120 hektarnya sudah berupa area terbuka dan semak belukar. Hari ini sebanyak 1000 bibit petai, pinang, matoa dan nangka akan ditanam di area seluas 3 hektar, karena tanaman tersebut memiliki nilai ekonomis dan memberi manfaat bagi masyarakat.”

Kegiatan rehabilitasi ini adalah upaya untuk penyelamatan gambut Kubu Raya yang kritis, lebih jauh rencana rehabilitasi untuk gambut Kubu Raya ini dilakukan Sampan Kalimantan bersama dengan 20 LPHD di Kabupaten Kubu Raya pada tahun 2024 dengan target rehabilitasi sesuai dengan RKPS masing-masing Hutan Desa seluas ±7.759 ha di 20 areal kelola LPHD.

Desi Albina Sari, Pendamping Perhutanan Sosial dari SAMPAN Kalimantan menyampaikan bahwa kegiatan ini juga terlaksana berkat kerjasama usaha dengan PT Belantara Sejahtera Mandiri, atas pendampingan SAMPAN Kalimantan. Dengan dukungan tersebut diharapkan semakin banyak masyarakat yang akan menerima manfaat ekonomi dengan keberadaan Hutan Desa. Kerja sama serta jejaring hubungan para pihak yang terjalin baik akan menjadi modal penting untuk kontribusi berkelanjutan penyelamatan lingkungan dan ekosistem gambut.

Editor : Miya Catur Puspajulya

Sumber : Sampan Kalimantan

Ratusan Pemuda dan Mahasiswa  Aktif Bergerak Selamatkan Ekosistem Gambut Kubu Raya  Read More »

LPHD Tanjung Harapan Salurkan 25 Ekor Kambing untuk Program Silvopastura di Gunung Bongkok

KUBU RAYA, sampankalimantan.id – Dalam upaya mendukung pemberdayaan masyarakat berbasis kehutanan sosial, Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) Tanjung Harapan menyerahkan 25 ekor indukan kambing kepada 16 anggota Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Silvopastura “GBK” Gunung Bongkok, Jumat (22/11/2024).

Dukungan yang terdiri dari 24 ekor kambing betina dan 1 ekor kambing jantan merupakan bagian dari program modal bergulir yang difasilitasi melalui kerja sama dengan PT. BSM dan pendampingan dari SAMPAN Kalimantan.

Kambing-kambing tersebut akan dikelola oleh masing-masing anggota KUPS untuk mendukung program silvopastura, sebuah pendekatan integrasi antara peternakan dan kehutanan. Sistem ini memanfaatkan tumbuhan alami seperti rumput liar dan dedaunan sebagai pakan ternak, sementara keberadaan pohon tetap dilestarikan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dalam memberikan manfaat lingkungan jangka panjang.

Menurut Lembaga Pengelolaan Hutan Desa Tanjung Harapan, silvopastura memungkinkan pengelolaan hutan yang ramah terhadap lingkungan. Selain itu juga mendukung regenerasi alam. Pemanfaatan rumput liar sebagai pakan ternak dapat membantu mengontrol pertumbuhan vegetasi yang berlebihan sekaligus menyediakan sumber pakan alami bagi ternak kambing mereka.

SAMPAN Kalimantan telah aktif memberikan pendampingan kepada KUPS Silvopastura untuk mengembangkan keterampilan dalam pengelolaan peternakan yang baik, untuk membantu menigkatkan ekonomi masyarakat. Program ini juga dinilai sesuai dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki Desa Tanjung Harapan, yang kaya akan rumput yang melimpah disekitar wilayah tersebut, sehingga dianggap menjadi peluang keberhasilan ternak kambing jika dikelola dengan baik.

Melalui program ini, masyarakat desa setempat yang terlibat dapat memperoleh manfaat penghasilan tambahan, tetapi juga berperan aktif dalam menjaga kelestarian hutan. Masyarakat sebelumnya berkerja di hutan, kini dapat beralih mata pencarian. Bantuan ini diharapkan menjadi salah satu upaya, bagaimana peran masyarakat sangat dibutuhkan dalam pengelolaan hutan.

Dengan adanya bantuan dan pendampingan oleh SAMPAN Kalimantan melalui Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD), para anggota KUPS Silvopastura optimis dapat meningkatkan taraf hidup mereka tanpa merusak ekosistem hutan, melalui program-program yang dicanangkan oleh LPHD, hutan yang lestari dapat terwujudkan.

Lembaga Pengelola Hutan Desa Tanjung Harapan dan SAMPAN Kalimantan berharap program ini terus berkembang, sehingga mampu menjadi solusi inovatif dalam pengelolaan hutan dan pemberdayaan masyarakat yang ada disekitar hutan, khususnya dalam bidang peternakan.

LPHD Tanjung Harapan Salurkan 25 Ekor Kambing untuk Program Silvopastura di Gunung Bongkok Read More »

Hutan sebagai Sumber Kehidupan dan Kearifan Lokal Masyarakat Desa Teluk Bakung

KUBU RAYA, sampankalimantan.id – Hutan di Desa Teluk Bakung bukan hanya sekadar bentangan alam hijau, tetapi juga denyut nadi kehidupan yang menyatu dengan masyarakatnya. Sejak dulu, masyarakat Desa Teluk Bakung telah mengandalkan hutan sebagai sumber penghidupan dan pemelihara tradisi, mencerminkan betapa eratnya hubungan mereka dengan alam. Di tengah berbagai tantangan modernisasi dan degradasi lingkungan, desa ini tetap teguh memegang kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi, menjadikan hutan sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka.

Kepala Desa Teluk Bakung, Rita, menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat masih memanfaatkan hutan untuk berladang dan berkebun, serta menanam sayuran. Meski menggunakan cara tradisional, sistem pengelolaan lahan ini dilakukan dengan bijak, tanpa menggunakan metode bakar yang bisa merusak lingkungan. Mereka menanam berbagai jenis tanaman perkebunan, seperti durian, cempedak, dan tanaman buah lainnya. Transisi dari hutan ke ladang dilakukan dengan penuh kehati-hatian, memastikan bahwa kelestarian lingkungan tetap terjaga.

Selain dari hasil ladang, sayur-mayur yang dihasilkan dari kebun dan lahan yang dikelola di dalam hutan menjadi sumber pendapatan penting bagi keluarga. Produk-produk ini tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, tetapi juga berperan signifikan dalam mendukung perekonomian keluarga. Lebih dari itu, hutan juga menjadi apotek alami bagi masyarakat; tanaman tertentu yang tumbuh secara liar sering dimanfaatkan sebagai obat-obatan tradisional, menunjukkan bahwa hutan memberikan manfaat lebih dari sekadar sumber pangan.

Manfaat hutan tidak berhenti pada perekonomian saja. Ketersediaan pakan ternak yang melimpah dari hutan juga memberikan keuntungan besar bagi masyarakat sekitar. Mereka dapat memanfaatkan rumput-rumput yang tumbuh subur di kawasan hutan sebagai sumber pakan alami. Dengan demikian, kebutuhan pakan ternak dapat terpenuhi tanpa menambah beban biaya bagi masyarakat, menjadikan keberadaan hutan sangat vital bagi kelangsungan hidup mereka.

Lebih dari sekadar manfaat ekonomi, hutan di Desa Teluk Bakung juga memiliki nilai budaya yang sangat tinggi. Masyarakat desa ini masih menjunjung tinggi hukum adat, yang menjadi salah satu bentuk perlindungan terhadap hutan. Aturan-aturan adat ini diwariskan secara turun-temurun, dengan keyakinan bahwa merusak hutan demi kepentingan pribadi sama saja dengan mengkhianati warisan leluhur. Oleh karena itu, larangan-larangan yang diterapkan dalam konteks hukum adat sangat penting untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan menjaga keseimbangan lingkungan.

Namun, menjaga hutan tetap lestari bukanlah tugas yang mudah. Masyarakat Desa Teluk Bakung menghadapi berbagai tantangan dalam upaya pelestarian hutan mereka. Tekanan dari kegiatan ekonomi eksternal, seperti penebangan liar dan eksploitasi sumber daya alam, serta dampak perubahan iklim, menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutan hutan. Selain itu, migrasi penduduk dan modernisasi yang cepat dapat mengikis nilai-nilai tradisional yang telah lama menjadi landasan pelestarian hutan.

Di tengah tantangan ini, peran generasi muda menjadi semakin penting. Desa Teluk Bakung telah mulai melibatkan anak-anak muda dalam berbagai inisiatif pelestarian hutan, termasuk program pendidikan lingkungan dan kegiatan konservasi berbasis masyarakat. Generasi muda tidak hanya diajarkan tentang pentingnya menjaga hutan, tetapi juga diberi tanggung jawab untuk meneruskan tradisi ini. Dengan demikian, kesinambungan pengetahuan dan praktik pelestarian hutan dapat terjaga dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Menjaga hutan tetap lestari bukan hanya soal melindungi lingkungan, tetapi juga melindungi sumber daya alam yang menjadi penopang kehidupan mereka. Hutan yang rusak tidak lagi mampu mendukung kehidupan tumbuhan dan hewan, mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati dan terganggunya rantai makanan. Flora dan fauna yang sebelumnya menjadikan hutan sebagai habitat utama juga akan kehilangan tempat tinggal mereka, yang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi keseimbangan ekosistem lokal.

Di tengah ancaman kerusakan lingkungan, masyarakat Desa Teluk Bakung tetap teguh dalam menjaga kelestarian hutan mereka. Melalui patroli rutin yang dilakukan setiap bulan oleh Tim Patroli Desa Teluk Bakung serta pengawasan berbasis kearifan lokal, hutan terus dipertahankan sebagai warisan yang harus dijaga. Bagi masyarakat Teluk Bakung, hutan bukan hanya penopang kehidupan saat ini, tetapi juga investasi berharga untuk generasi mendatang.

Dengan menjaga hutan, masyarakat Desa Teluk Bakung tidak hanya melindungi warisan leluhur mereka, tetapi juga memberikan harapan bagi masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Mari kita semua berperan aktif dalam menjaga hutan, baik melalui dukungan langsung atau dengan menyebarkan kesadaran akan pentingnya pelestarian alam untuk masa depan yang lebih baik.

Hutan sebagai Sumber Kehidupan dan Kearifan Lokal Masyarakat Desa Teluk Bakung Read More »

Keanekaragaman Hayati Mangrove di Kabupaten Kubu Raya

KUBU RAYA, sampankalimantan.id – Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, dikenal sebagai salah satu kawasan dengan kekayaan hayati mangrove yang luar biasa. Terdapat setidaknya 67 jenis mangrove di wilayah ini, yang terdiri dari 33 jenis mangrove sejati dan 34 jenis mangrove asosiasi. Keanekaragaman jenis ini membentuk ekosistem yang kompleks dan unik, dengan spesies-spesies utama seperti Kandelia candel (Kandelia candel), Tumuk Putih (Bruguiera hainesii), dan Dungun (Heritiera globosa) yang memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan ekosistem pesisir.

Setiap spesies mangrove di Kubu Raya memiliki fungsi ekologi khusus, mulai dari akar bakau yang mampu menahan sedimen hingga daun-daun mangrove yang menghasilkan bahan organik penting bagi perairan pesisir. Hutan mangrove Kubu Raya berfungsi sebagai penyerap karbon yang efisien, dengan kapasitas penyerapan hingga 20-25 ton karbon per hektar per tahun, sehingga turut serta mengurangi emisi gas rumah kaca. Akar-akarnya yang kuat tidak hanya melindungi garis pantai dari abrasi, tetapi juga menciptakan lingkungan hidup bagi berbagai organisme pesisir.

Selain flora yang beragam, hutan mangrove Kubu Raya juga menjadi habitat penting bagi fauna pesisir dan laut yang khas. Satwa-satwa seperti Bekantan (Nasalis larvatus), Buaya Muara (Crocodylus porosus), Belangkas (Tachypleus gigas), dan Pesut (Orcaella brevirostris) menempati wilayah ini. Kehadiran Bekantan, primata endemik Kalimantan yang terancam punah, menunjukkan kualitas dan kestabilan habitat mangrove di wilayah ini. Bekantan mengandalkan hutan mangrove sebagai tempat berlindung dan mencari makan, sementara Pesut, mamalia air yang dilindungi, menggunakan perairan mangrove sebagai tempat jelajah dan pakan.

Keberadaan beragam spesies ikan, udang, dan kepiting dalam ekosistem ini juga menunjukkan pentingnya hutan mangrove sebagai tempat pemijahan dan asuhan bagi satwa air. Mangrove menyediakan tempat berlindung bagi larva ikan dan krustasea, yang pada gilirannya mendukung populasi ikan dewasa di perairan pesisir. Ikan-ikan seperti kakap dan baronang menjadikan akar mangrove sebagai tempat perlindungan dari arus kuat dan predator, sementara udang-udangan menggali dasar berlumpur untuk berkembang biak.

Keanekaragaman hayati yang kaya ini juga memainkan peran penting dalam rantai makanan pesisir, mulai dari plankton yang hidup di akar mangrove hingga burung pemangsa yang mencari mangsa di cabang-cabang mangrove. Keanekaragaman fauna di kawasan ini menarik perhatian ilmuwan, pemerhati lingkungan, dan wisatawan ekologi yang tertarik untuk mempelajari dan menyaksikan kehidupan alami yang beragam di ekosistem mangrove.

Dalam hal flora, selain spesies mangrove utama, Kubu Raya juga memiliki berbagai tumbuhan mangrove lain yang jarang ditemukan di tempat lain, termasuk beberapa jenis bakau merah (Rhizophora spp.) dan api-api (Avicennia spp.). Tumbuhan ini tidak hanya penting sebagai bagian dari ekosistem mangrove, tetapi juga memiliki manfaat bagi masyarakat setempat, seperti sebagai bahan obat-obatan tradisional dan pewarna alami.

Menjaga keanekaragaman hayati mangrove di Kubu Raya menjadi prioritas penting, mengingat pentingnya ekosistem ini dalam menyediakan habitat bagi berbagai spesies unik. Berbagai upaya konservasi dilakukan, termasuk reboisasi di area mangrove yang rusak serta pembentukan kelompok-kelompok masyarakat untuk menjaga keutuhan hutan mangrove. Keanekaragaman hayati yang tinggi ini adalah kekayaan yang perlu dijaga, tidak hanya untuk kepentingan ekologi tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada ekosistem ini.

Dengan keanekaragaman hayati yang berlimpah, mangrove di Kabupaten Kubu Raya bukan sekadar benteng alam, tetapi juga merupakan pusat kehidupan bagi flora dan fauna yang sangat beragam. Keberlanjutan ekosistem ini akan menentukan masa depan keberagaman hayati pesisir serta kualitas lingkungan bagi generasi yang akan datang.

Keanekaragaman Hayati Mangrove di Kabupaten Kubu Raya Read More »

Pemanenan Terong, Pendukung Ekonomi dan Kebersamaan di Desa Tanjung Harapan

KUBU RAYA, sampankalimantan – Desa Tanjung Harapan, khususnya di Dusun Tanjung Api-api, memiliki sebuah cerita sukses dalam pemanfaatan hasil alam yang begitu erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Di sini, terong bukan hanya sekadar hasil pertanian, tetapi juga merupakan sumber ekonomi yang penting bagi banyak keluarga. Setiap kali panen, masyarakat desa dapat mengemas hingga sekitar 100 bungkus terong yang dijual dengan harga Rp. 10.000 per bungkus. Hasil panen ini tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan lokal tetapi juga menjadi sumber pendapatan yang membantu menggerakkan perekonomian desa.

Yanto, salah satu petani terong di Dusun Tanjung Api-api, menjelaskan bahwa terong yang ditanam di desanya memiliki kualitas yang baik dan rasa yang khas. Menurutnya, keberhasilan panen ini adalah hasil dari pengelolaan lahan yang bijak dan teknik bercocok tanam yang sudah dipraktikkan turun-temurun. Meskipun menggunakan metode sederhana, hasilnya cukup memuaskan dan mampu memenuhi permintaan dari masyarakat sekitar. Setiap bungkus terong yang dihasilkan oleh para petani biasanya langsung dipasarkan di sekitar desa atau dititipkan di warung-warung untuk memudahkan pembeli.

Panen terong ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi para petani, tetapi juga memberikan dampak sosial yang positif bagi komunitas. Produk-produk hasil tani yang dipasarkan di sekitar desa membantu memperkuat ketahanan pangan lokal, sehingga masyarakat bisa mendapatkan sayur segar dengan harga yang terjangkau. Dengan demikian, kegiatan bertani ini tidak hanya sekadar menguntungkan bagi para petani, tetapi juga memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat desa.

Yanto juga menambahkan bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari semangat gotong royong masyarakat. Pada saat panen, keluarga dan tetangga saling membantu memetik dan mengemas terong untuk siap dipasarkan. Proses ini menjadi momen kebersamaan yang turut memperkuat rasa persaudaraan di antara warga. Dengan adanya kerjasama ini, hasil panen dapat diproses lebih cepat dan langsung didistribusikan, sehingga kesegaran terong tetap terjaga.

Namun, seperti halnya dengan usaha pertanian lainnya, panen terong di Desa Tanjung Harapan juga memiliki tantangan. Salah satunya adalah kondisi cuaca yang tidak menentu, yang kadang mengancam keberhasilan panen. Oleh karena itu, para petani di desa ini berusaha untuk menerapkan cara-cara bertani yang ramah lingkungan dan beradaptasi dengan kondisi alam. Mereka menggunakan pupuk organik yang dibuat sendiri untuk meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia. Pendekatan ini tidak hanya menjaga kualitas hasil panen tetapi juga membantu menjaga kesehatan lingkungan.

Melihat pentingnya peran terong sebagai salah satu sumber perekonomian, beberapa tokoh desa berharap agar kegiatan bertani di Dusun Tanjung Api-api ini dapat terus berkelanjutan. Mereka juga berharap agar generasi muda tertarik untuk melanjutkan tradisi bercocok tanam ini. Selain menjadi sumber pendapatan, bertani juga merupakan bagian dari warisan budaya yang harus dijaga agar tidak hilang di tengah derasnya arus modernisasi.

Kegiatan bertani di Desa Tanjung Harapan adalah contoh nyata bagaimana masyarakat pedesaan dapat mandiri dan memberdayakan sumber daya yang ada di sekitar mereka. Dengan mengelola lahan secara bijaksana dan menjaga kualitas produk, masyarakat dapat menikmati manfaat ekonomi dari alam tanpa merusak ekosistemnya. Harapan ke depan, usaha ini dapat menjadi inspirasi bagi desa-desa lain untuk mengembangkan potensi lokal mereka dan berkontribusi dalam membangun ketahanan pangan serta perekonomian desa yang lebih kuat.

Pemanenan Terong, Pendukung Ekonomi dan Kebersamaan di Desa Tanjung Harapan Read More »

Pohon: Penjaga Kehidupan dan Harapan Masa Depan

Setiap 21 November, dunia memperingati Hari Pohon Sedunia, momen untuk menghargai pohon sebagai penopang utama kehidupan di bumi. Pohon bukan hanya bagian dari lanskap hijau, tetapi juga penyeimbang ekosistem, penyedia oksigen, dan pelindung dari bencana alam. Peran ini menjadikan pohon sebagai pilar penting dalam menjaga keseimbangan bumi dan masa depan kita.

Pohon dan Keseimbangan Ekosistem

Pohon disebut sebagai “paru-paru bumi” karena kemampuannya menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen. Sebatang pohon dewasa dapat menyerap 22 kilogram karbon dioksida per tahun dan menghasilkan oksigen yang cukup untuk dua orang. Secara global, hutan mampu menyerap hingga 7,6 miliar ton karbon dioksida setiap tahunnya, setara dengan 30% emisi karbon dunia.

Selain itu, pohon memiliki peran besar dalam menjaga siklus air. Akar pohon menyerap air hujan, meningkatkan kapasitas tanah untuk menahan air hingga 20 kali lipat, dan membantu mengurangi risiko banjir. Di wilayah pesisir, mangrove bertindak sebagai benteng alami yang melindungi pantai dari abrasi dan dampak badai. Di perkotaan, pohon bahkan dapat menurunkan suhu udara hingga 4-8°C, menciptakan iklim mikro yang lebih sejuk dan nyaman.

Rumah bagi Keanekaragaman Hayati

Hutan yang terdiri dari ribuan pohon adalah rumah bagi 80% spesies terestrial dunia. Di Indonesia, khususnya di hutan tropis Kalimantan, hidup lebih dari 15.000 spesies tumbuhan, 420 spesies burung, dan lebih dari 200 spesies mamalia seperti orangutan dan bekantan. Pohon menyediakan habitat yang aman dan makanan bagi satwa liar, mendukung keanekaragaman hayati yang menjadi fondasi keseimbangan ekosistem.

Namun, ancaman terhadap habitat ini terus meningkat. Deforestasi dan pembukaan lahan menyebabkan hilangnya jutaan hektare hutan setiap tahun, mengancam kehidupan flora dan fauna serta memperburuk krisis iklim.

Manfaat Pohon untuk Kehidupan Manusia

Bagi manusia, pohon adalah penyedia kebutuhan hidup sekaligus penunjang ekonomi. Hasil hutan seperti buah, kayu, getah, dan daun telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Di berbagai desa, pohon mangrove dimanfaatkan untuk menghasilkan sirup, madu hutan, dan kerajinan tangan, memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat.

Secara global, hasil hutan bukan kayu menyumbang sekitar $88 miliar per tahun bagi ekonomi dunia, sementara sekitar 1,6 miliar orang bergantung langsung pada hutan untuk mata pencaharian mereka. Di perkotaan, keberadaan pohon tidak hanya meningkatkan kualitas udara dengan menyaring polusi, tetapi juga mengurangi risiko penyakit pernapasan hingga 15%.

Ancaman yang Harus Ditanggulangi

Sayangnya, dunia kehilangan sekitar 10 juta hektare hutan setiap tahun, setara dengan luas Korea Selatan. Deforestasi menyumbang 10% dari total emisi karbon global, memperburuk perubahan iklim dan mengancam keberlanjutan kehidupan. Jika tidak segera diatasi, ancaman ini akan berdampak langsung pada ekosistem, manusia, dan generasi mendatang.

Aksi untuk Masa Depan

Menanam pohon adalah salah satu solusi sederhana yang memberikan dampak besar. Satu pohon yang ditanam di kawasan perkotaan mampu memberikan manfaat ekonomi sebesar $100-$200 per tahun melalui penghematan energi, peningkatan kualitas udara, dan pengelolaan limpasan air hujan.

Hari Pohon Sedunia adalah kesempatan untuk memperbarui komitmen kita dalam menjaga dan melestarikan pohon. Dengan menanam, melindungi, dan menghargai pohon, kita turut menjaga bumi dan memberikan warisan berharga bagi generasi yang akan datang.

Mari jadikan pohon sebagai simbol harapan dan masa depan yang lebih baik. Menanam satu pohon hari ini adalah investasi untuk kehidupan yang lebih hijau dan sehat.

Pohon: Penjaga Kehidupan dan Harapan Masa Depan Read More »

Kepiting Bakau Berkah Bagi Ekonomi Lokal Desa Dabong

KUBU RAYA, http://sampankalimantan.id — Desa Dabong di Kabupaten Kubu Raya memiliki kekayaan alam yang melimpah, terutama dalam hal kelimpahan bibit kepiting bakau (Scylla spp.) dari hasil tangkapan nelayan setempat. Melimpahnya bibit ini menjadi berkah tersendiri bagi para petani tambak, membuka peluang besar untuk memperluas usaha budidaya kepiting bakau. Meski keterbatasan lahan tambak sempat menjadi tantangan, para petani justru melihatnya sebagai peluang untuk berinovasi dan mengoptimalkan lahan yang ada demi meningkatkan produksi dan kualitas panen.

Sebagai salah satu komoditas perikanan bernilai tinggi, kepiting bakau terus diburu karena permintaannya yang stabil di pasar. Namun, agar populasi di alam tetap terjaga, para petani Desa Dabong kini mengembangkan budidaya berbasis silvofisheri—sebuah metode yang mengintegrasikan budidaya kepiting dengan ekosistem hutan mangrove. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan produktivitas tambak tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem, berperan sebagai penopang ekonomi lokal, sekaligus melindungi lingkungan dari abrasi dan perubahan iklim.

Budidaya yang Berkelanjutan: Meningkatkan Hasil Panen dan Kesejahteraan Petani

Mulyadi, Ketua Kelompok Usaha Perikanan Silvofisheri “Dabong Berkah,” menjelaskan bahwa para petani setempat terus berusaha memperbaiki teknik budidaya mereka. Dengan bibit yang berasal dari hasil tangkapan nelayan lokal, para petani mampu memanfaatkan potensi bibit yang melimpah tanpa harus merusak populasi liar. “Kami fokus pada kualitas panen agar harga jual lebih kompetitif. Kepiting yang dibesarkan dengan baik memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi,” ungkap Mulyadi.

Perbedaan nilai jual kepiting bakau dipengaruhi oleh ukuran dan jenis kelamin. Kepiting jantan, yang lebih besar dan berdaging tebal, biasanya dihargai lebih tinggi. Kepiting kategori “A” dijual seharga Rp 80.000 per ekor, sedangkan yang lebih kecil (kategori “B”) dihargai sekitar Rp 40.000. Meski demikian, kepiting betina tidak kalah penting, terutama karena perannya dalam regenerasi populasi.

Pelestarian Populasi: Peran Penting Kepiting Betina

Petani tambak di Desa Dabong memahami pentingnya melestarikan kepiting betina, terutama yang sedang bertelur. Saat musim panen tiba, kepiting betina sering dilepaskan kembali ke habitat aslinya di perairan mangrove agar telur-telur mereka dapat menetas secara alami. “Penetasan telur tidak efektif dilakukan di tambak, sehingga kami memilih untuk melepas kepiting betina kembali ke laut demi menjaga keberlanjutan populasi,” jelas Mulyadi.

Sebagai bagian dari praktik budidaya berkelanjutan, petani biasanya menebar bibit kepiting hingga 100 kilogram per tambak, tergantung pada luas lahan yang dimiliki. Dengan cara ini, mereka dapat mengoptimalkan hasil panen tanpa merusak keseimbangan ekosistem.

Kolaborasi dan Inovasi untuk Masa Depan yang Lestari

Keberhasilan budidaya kepiting bakau di Desa Dabong tidak lepas dari kerjasama antara masyarakat lokal, pemerintah, dan berbagai organisasi terkait. Dengan dukungan pelatihan, sarana, dan prasarana, para petani mampu berinovasi dalam mengelola tambak mereka. Selain meningkatkan kesejahteraan ekonomi, pendekatan ini juga memperkuat pelestarian hutan mangrove sebagai habitat alami yang penting bagi keberlanjutan ekosistem pesisir.

Dengan semangat gotong royong dan kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan alam, Desa Dabong menjadi contoh bagaimana pendekatan terpadu dapat memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan sekaligus. Upaya ini tidak hanya menjamin ketersediaan kepiting bakau untuk pasar, tetapi juga melindungi ekosistem mangrove untuk generasi mendatang.

Kepiting Bakau Berkah Bagi Ekonomi Lokal Desa Dabong Read More »

Silvofishery Sebuah Solusi Ekologis dan Ekonomi untuk Pesisir Berkelanjutan

KUBU RAYA, sampankalimantan.id – Sebagai kawasan peralihan antara daratan dan laut, kawasan pesisir menghadapi berbagai tantangan. Kawasan pesisir tidak hanya dipandang sebagai sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga sebagai ekosistem penting yang perlu dijaga. Sayangnya, tekanan dari aktivitas manusia dan dampak perubahan iklim seperti banjir dan gelombang tinggi sering kali membuat keberlanjutan kawasan pesisir menjadi rentan terhadap degradasi.

Sebagai upaya untuk menjaga keseimbangan ini, konsep silvofishery atau “wanamina” diusung, yakni pendekatan yang menggabungkan pengelolaan hutan mangrove dengan budidaya perikanan. Dengan pendekatan ini, masyarakat dapat memanfaatkan mangrove sebagai benteng alami yang tidak hanya digunakan untuk melindungi pesisir dari abrasi dan badai, tetapi juga menyediakan habitat yang ideal bagi spesies ikan dan udang.

Selain manfaat ekologisnya, mangrove juga diketahui memiliki kemampuan tinggi dalam menyerap karbon, yaitu 4-5 kali lebih efektif dibandingkan hutan daratan. Penelitian menunjukkan bahwa setiap hektar tambak silvofishery dengan tutupan mangrove sekitar 44-80% dapat menyimpan sekitar 40-50 ton karbon, sehingga menjadikannya langkah nyata dalam mitigasi perubahan iklim.

Implementasi silvofishery ini juga memungkinkan pengaturan rasio antara luas tambak dan vegetasi mangrove disesuaikan dengan prioritas pengelolaan, apakah untuk tujuan ekonomi atau ekologis. Banyak studi menyarankan rasio tambak dan mangrove sebesar 60:40, namun fleksibilitas rasio ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan, memastikan bahwa keberlanjutan dapat tercapai tanpa mengorbankan salah satu tujuan.

Di Desa Dabong, Kubu Raya, contoh keberhasilan silvofishery dengan kombinasi budidaya kepiting dapat ditemukan. Dengan menerapkan silvofishery, mangrove yang terjaga memberikan lingkungan yang ideal untuk menjaga keberlanjutan populasi ikan dan udang, sehingga kesejahteraan ekonomi masyarakat dapat ditingkatkan tanpa merusak lingkungan.

Keberhasilan ini didukung oleh keterlibatan aktif masyarakat. Nelayan lokal berperan penting dalam memastikan keberlanjutan budidaya kepiting. Mereka menangkap bibit kepiting berukuran 30-50 gram dari alam yang kemudian dibeli oleh KUPS Silvofisheri Dabong Berkah untuk dibesarkan di tambak kelompok masyarakat. Tambak tersebut didesain menyerupai ekosistem alami, di mana pohon mangrove Sonneratia sp. ditanam di tengah tambak untuk menciptakan habitat yang kondusif bagi kepiting.

Proses pembesaran kepiting ini dilakukan selama 3-4 bulan hingga kepiting mencapai ukuran panen ideal 200-300 gram. Dengan siklus ini, panen dapat dilakukan hingga tiga kali setahun, sehingga pendapatan yang stabil dapat diperoleh masyarakat. Selain itu, kelompok KUPS Dabong Berkah memastikan bahwa kepiting betina bertelur tidak dijual, melainkan dikembalikan ke habitat mangrove untuk menjaga keseimbangan populasi. Dengan praktik ini, kesejahteraan ekonomi dan konservasi dapat diperlihatkan berjalan selaras.

Penerapan konsep silvofishery di Desa Dabong adalah bukti nyata dari prinsip yang diusung SAMPAN Kalimantan: konservasi lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat berjalan beriringan. Melalui edukasi tentang manfaat ekosistem mangrove, masyarakat didorong untuk tidak hanya menjaga mangrove demi lingkungan, tetapi juga demi kesejahteraan bersama. Dengan semakin banyaknya wilayah pesisir yang menerapkan sistem ini, diharapkan silvofishery dapat berkontribusi lebih luas dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan meningkatkan kesejahteraan pesisir.

Silvofishery Sebuah Solusi Ekologis dan Ekonomi untuk Pesisir Berkelanjutan Read More »

Penyerahan Dokumen Rencana Kerja Tahunan LPHD 2025 untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan

KUBU RAYA, sampankalimantan.id – SAMPAN Kalimantan memfasilitasi penyerahan dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2025 oleh Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) kepada UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kubu Raya, yang diwakili oleh Kepala KPH, Ya’ Suharnoto, ST, MT. Sebanyak 19 LPHD dari berbagai desa di wilayah Kubu Raya secara langsung menyerahkan dokumen rencana kerja mereka, menandakan komitmen kuat dalam mendukung pengelolaan hutan yang berkelanjutan.

Kegiatan ini menjadi langkah penting dalam memperkuat sinergitas antara pemerintah dan masyarakat desa dalam mengelola hutan desa secara mandiri dan bertanggung jawab. Dengan adanya rencana kerja tahunan ini, diharapkan setiap desa mampu menjalankan program pengelolaan yang produktif, lestari, dan berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat lokal.

Menurut Muhammad Aziz selaku Manager Institutional and Political Engangement dari SAMPAN Kalimantan, penyerahan RKT ini merupakan bentuk nyata dari semangat kolaborasi yang telah terjalin, di mana perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan desa dijalankan dengan prinsip keberlanjutan. Program ini juga diharapkan dapat menjadi contoh praktik terbaik dalam pengelolaan hutan yang mengutamakan keseimbangan ekosistem dan pemberdayaan masyarakat setempat.

“Langkah ini diharapkan dapat menjadi awal yang solid dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan di setiap desa untuk mencapai tujuan pengelolaan hutan yang berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat lokal,” tambah Ya’ Suharnoto, ST, MT, Kepala KPH Kubu Raya.

Penyerahan Dokumen Rencana Kerja Tahunan LPHD 2025 untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Read More »

Mengubah Serabut Kelapa Menjadi Cocopeat yang Ramah Lingkungan

KUBU RAYA, sampankalimantan.id- Kelapa merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan karena memiliki nilai ekonomis tinggi, hampir semua bagian tanamannya dapat dimanfaatkan secara komersial. Mulai dari buah, batang, daun, hingga akar, semuanya dapat diolah untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Salah satunya pemanfaatan limbah serabut kelapa menjadi cocopeat.

Melimpahnya komoditas kelapa di Desa Teluk Nibung, telah mendorong masyarakat setempat untuk berinisiatif melakukan pengolahan serabut kelapa menjadi cocopeat, sebuah media tanam ramah lingkungan yang mampu menyerap air dan menjaga kelembapan tanaman dengan baik, sehingga cocok dipakai untuk berbagai jenis tanaman.

Kelebihan utama cocopeat terletak pada karakteristiknya yang dapat menyimpan air dengan kuat, sehingga menjaga kelembaban tanah lebih lama. Selain itu, cocopeat juga mengandung unsur hara esensial seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium (N), dan fosfor (P), yang mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal.

Adapun pembuatan cocopeat di Desa Teluk Nibung terbilang sangat sederhana, hanya menggunakan serabut kelapa yang sudah tua. Dalam proses ini, serabut kelapa dicacah menggunakan mesin pencacah. Meskipun mesin ini memiliki kapasitas kecil, proses pencacahan tetap berjalan, meski membutuhkan waktu lebih lama.

Setelah serabut kelapa selesai dicacah, hasilnya kemudian di-ayak. Maka diperoleh cocopeat dengan bentuk dan tekstur yang menyerupai tanah dengan butiran halus, sehingga memudahkan tanaman untuk beradaptasi.

Selain menjadi media tanam, cocopeat juga berfungsi sebagai bahan tambahan dalam pembuatan pupuk organik dari kotoran kambing. Dengan memanfaatkan limbah serabut kelapa yang melimpah, masyarakat tak hanya mengurangi limbah, tetapi juga menambah nilai ekonomi. Cocopeat yang dihasilkan dapat dijual atau digunakan sendiri untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan perkebunan, sehingga membantu mengurangi biaya operasional para petani.

Melalui Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Teluk Nibung berperan penting dalam mendukung dan memfasilitasi masyarakat dalam pengolahan serabut kelapa menjadi cocopeat. LPHD Teluk Nibung membantu masyarakat dalam mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan serta memberikan akses pemasaran agar cocopeat yang dihasilkan dapat dijual dan memberi keuntungan lebih besar bagi desa.

Dengan adanya inovasi ini, potensi limbah serabut kelapa yang dulunya terabaikan kini berubah menjadi sumber ekonomi baru bagi masyarakat. Selain memberikan nilai tambah bagi sektor pertanian, cocopeat juga berkontribusi dalam menjaga kelestarian lingkungan. Ke depan, masyarakat Desa Teluk Nibung diharapkan dapat terus mengembangkan inovasi ini dan memaksimalkan potensi yang ada untuk kesejahteraan masyarakat setempat.

Mengubah Serabut Kelapa Menjadi Cocopeat yang Ramah Lingkungan Read More »

Pupuk Organik dari Kotoran Kambing untuk Ekonomi Desa Teluk Nibung

KUBU RAYA, sampankalimantan.id- Di Desa Teluk Nibung, peternakan kambing menjadi salah satu usaha utama masyarakat setempat. Namun, banyaknya kotoran kambing yang menumpuk di sekitar kandang sering kali tidak diolah dengan baik,  sehingga sangat penting untuk memanfaatkan kotoran hewan ternak menjadi lebih bermanfaat dengan mengolahnya menjadi pupuk organik agar tidak bergantung terhadap pupuk kimia.

Sebagaimana diketahui secara administratif, Desa Teluk Nibung memiliki luas wilayah sekitar 2.900 hektar, yang terbagi dalam kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Secara geologis, wilayah desa ini didominasi oleh lahan yang sangat cocok untuk pertanian dan perkebunan, menjadikannya salah satu sektor perternakan bagi masyarakat setempat, yang saat ini berkembang pesat.

Oleh karena itu, penggunaan pupuk organik dari kotoran kambing menjadi solusi utama, karena lebih mudah didapatkan dan diolah. Pupuk organik ini memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk tanah dan tanaman, sehingga para petani memanfaatkannya secara rutin untuk menyuburkan lahan mereka.

Saat ini, penggunaan pupuk mulai beralih dari pupuk kimia ke pupuk organik. Pergeseran ini terjadi karena pupuk organik dinilai lebih efektif untuk jangka panjang dalam meningkatkan produktivitas lahan serta mencegah degradasi tanah. Hal ini disebabkan oleh campuran kotoran dengan urin, yang memperkaya komposisi nutrisi pupuk yang baik.

Dengan penggunaan pupuk kompos dari kotoran kambing, petani dapat meningkatkan kualitas tanah sekaligus mendukung pertumbuhan tanaman secara alami dan berkelanjutan, tanpa perlu bergantung pada pupuk kimia.

Salah satu warga Desa Teluk Nibung merakit mesin yang mampu mengolah serabut kelapa dan kotoran kambing menjadi bahan pupuk organik. Inovasi ini tak hanya membantu mengatasi limbah, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.

Pembuatan pupuk organik ini menggunakan bahan-bahan utama seperti kotoran kambing kering, serabut kelapa lapuk, dan dedaunan atau jerami. Untuk mempercepat proses penguraian, bahan-bahan tersebut dicampur dengan EM4 dan gula merah.

Langkah pertama dalam proses ini adalah menggiling semua bahan dengan menggunakan mesin rakitan khusus. Setelah bahan-bahan halus, mereka dicampur dan disemprot dengan bahan pengurai sebelum ditutup rapat menggunakan terpal.

Selama proses fermentasi, campuran ini perlu diperiksa setiap tiga hari untuk memastikan perkembangan yang optimal. Setelah 21 hari, pupuk organik sudah siap digunakan untuk menyuburkan tanah dan meningkatkan hasil pertanian.

Mahyudin, Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Teluk Nibung, mengungkapkan harapannya bahwa unit usaha pembuatan pupuk organik dapat meningkatkan penghasilan masyarakat. Selain itu, inovasi ini juga diharapkan dapat mengurangi kotoran kambing yang berserakan yang juga dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ternak maupun lingkungan.

“Dengan adanya unit usaha pembuatan pupuk organik dan cocopeat ini, kami berharap penghasilan masyarakat dapat meningkat, serta dapat membantu dalam meminimalisir limbah sabut kelapa yang ada,” ujar Mahyudin.

Inovasi ini merupakan langkah awal bagi Desa Teluk Nibung dalam mengatasi permasalahan limbah dan kesehatan ternak, sekaligus membuka peluang baru bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengolahan pupuk organik yang bernilai ekonomi tinggi.

Dengan hasil panen yang meningkat, diharapkan dapat semakin memperluas produk pertanian ke pasar, khususnya dalam pengembangan sektor pertanian di Desa Teluk Nibung.

Pupuk Organik dari Kotoran Kambing untuk Ekonomi Desa Teluk Nibung Read More »

Scroll to Top